Kamis, 18 Juli 2013

Peran Guru Dalam Meningkatkan Kualitas Pendidikan



BAB II
PEMBAHASAN
  1. 1.      Peran dan fungsi guru
            Guru ataupun dikenali juga sebagai “pengajar”, “pendidik”, dan “pengasuh” merupakan tenaga pengajar dalam institusi pendidikan seperti sekolah maupun tiusyen (kelas bimbinangan) yang tugas utamanya mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik.
             Guru sebagai pengajar ialah orang yang memiliki kemampuan pedagogi sehingga mampu mengutarakan apa yang ia ketahui kepada peserta didik sehingga menjadikan kefahaman bagi peserta didik tentang materi yang ia ajarkan kepada peserta didik. Seorang pengajar akan lebih mudah mentransfer materi yang ia ajarkan kepada peserta didik, jika guru tersebut benar menguasai materi dan memiliki ilmu atau teknik mengajar yang baik dan sesuai dengan karakteristik pengajar yang professional.
            Sebagai contoh pengajar yang kompeten sehingga berhasil mencetak siswa-siswa yang pandai dan menguasai materi adalah Yohanes Surya. Proses pembelajaran (learning proses) yang dilakukannya dalam membimbing tim olimpiade fisika menuju keberhasilan di tingkat internasional bias dijadikan sebagai salah satu model pembelajaran bagi guru-guru lainnya. Tidak tanggung-tanggung, mesti para siswa itu hanya berpendidikan SMA dan satu diantaranya berpendidikan SMP, ilmu yang dipelajari selama masa bimbingan dalam beberapa aspek setara dengan pengetahuan pascasarjana. Sehingga dengan kefahaman dan kesiapan yang matang, para siswa tidak canggung dalam menyelesaikan soal-soal yang diberikan dalam kompetisi olimpade.
            sebagai pendidik, seorang guru harus memiliki kesadaran atau merasa mempunyai tugas dan kewajiban untuk mendidik. Tugas mendidik adalah tugas yang amat mulia atas dasar “panggilan” yang teramat suci. Sebagai komponen sentral dalam system pendidikan, pendidik mempunyai peran utama dalam membangun fondamen-fondamen hari depan corak kemanusiaan. Corak kemanusiaan yang dibangun dalam rangka pembangunan nasional kita adalah “manusia Indonesia seutuhnya”, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, percaya diri disiplin, bermoral dan bertanggung jawab. Untuk mewujudkan hal itu, keteladanan dari seorang guru sebagai pendidik sangat dibutuhkan.
            Dapat dikatakan bahwa guru dalam proses belajar mengajar mempunyai fungsi ganda, sebagai pengajar dan pendidik. Maka guru secara otomatis mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mencapai kemajuan pendidikan. Begitu besarnya peranan guru sebagi pengajar dan pendidik, maka harus diakui bahwa kemajuan pendidikan di bidang pendidikan sebagian besar tergantung pada kewenangan dan kemampuan staff pengajar (guru). Pendidikan Indonesia akan maju jika staff pengajar (guru) sebagai kemampuan sentral dalam system pendidikan memiliki kualitas yang baik pula.    Pendidikan Indonesia memerlukan guru yang memiliki kompetensi mengajar dan mendidik yang inovatif, kreatif, manusiawi, cukup waktu untuk menekuni tugas profesionalnya, dapat menjaga wibawanya di mata peserta didik dan masyarakat (menjaga “profesionalitas conscience”) dan mampu meningkatkan mutu pendidikan. Untuk mendapatkan guru yang demikian, dua hal yang perlu mendapatkan perhatian yaitu pendidikan mereka (terutama pada pre-service training atau pemantapan program pendidikan guru, bukan pada in training service) dan kesejahteraan mereka .
            Peningkatan kesejahteraan guru memiliki peran penting dalam usaha memperbaiki pendidikan Indonesia yang sedang terpuruk. Bank Dunia memberikan mutu guru guna memacu mutu pendidikan tidak akan berpengaruh maksimal jika kesejahteraan tidak terpecahkan (Suroso. 2002). Selain itu, peningkatan kesejahteraaan bisa berdampak positif pada usaha pemberantasan korupsi di sekolah. Sebab, korupsi yang dipraktekkan guru umumnya didorong factor kebutuhan (corruption by need). Untuk menyiasati kecilnya gaji, mereka mengutip berbagai biaya ekstra dari murid, seperti menjual soal ujian atau mengadakan kegiatan ekstrakurikuler.
            Dalam “proses pendidikan” yang bermutu, terlibat berbagai input, seperti bahan ajar (kognitif, afektif dan psikomotorik), metodologi (bervariasi sesuai kemampuan guru), sarana sekolah, dukungan administrasi dan sarana prasarana dan sumber daya lainnya serta menciptakan suasana yang kondusif. Manajemen sekolah, dukungan kelas berfungsi mensinkronkan berbagai input tersebut. Antara lain mensinergikan semua komponen dalam interaksi (proses) belajar mengajar, baik antara guru, siswa dan sarana pendukung di kelas maupun di luar kelas, baik konteks kurikuler maupun ekstra-kurikuler, baik dalam lingkup subtansi yang akademis maupun non akademis dalam suasana yang mendukung proses pembelajaran.
            Mutu dalam konteks “hasil Pendidikan” mengacu pada prestasi yang dicapai oleh sekolah pada setiap kurun waktu tertentu (apakah tiap akhir cawu, akhir semester, akhir tahun, 2 tahun, atau 5 tahun bahkan 10 tahun). Prestasi yang dicapai atau hasil pendidikan (student achievement) dapat berupa hasil tes kemampuan akademis (misal : ulangan harian, ujian semester atau ujian nasional). Dapat pula prestasi di bidang lain seperti prestasi di suatu cabang olahraga, seni atau keterampilan tambahan tertentu. Bahkan prestasi sekolah dapat berupa kondisi yang tidak dapat dipegang (intangible) seperti suasana disiplin, keakraban, saling menghormati, kebersihan dan lain-lain.
            Antara proses dan hasil pendidikan yang bermutu saling berhubungan. Akan tetapi agar proses yang baik itu tidak salah arah, maka mutu dalam artian hasil (output) harus dirumuskan lebih dahulu oleh sekolah, dan harus jelas target yang akan dicapai untuk setiap kurun waktu lainnya. Beberapa input dan proses harus selalu mengacu pada mutu hasil (output) yang ingin dicapai. Dengan kata lain, tanggung jawab sekolah dlam school based quality improvent bukan hanya pada proses, tetapi tanggung jawab akhirnya adalah pada hasil yang dicapai. Untuk mengetahui hasil/prestasi yang dicapai oleh sekolah terutama yang menyangkut aspek kemampuan akademik(kognitif) dapat dilakukan benchmarking (menggunakan titik acuan standar nilai).

  1. 2.     Peranan Guru terhadap Anak Didik
            Peranan guru terhadap murid-muridnya merupakan peran vital dari sekian banyak peran yang harus ia jalani. Hal ini dikarenaka komunitas utama yang menjadi wilayah tugas guru adalah di dalam kelas untuk memberikan keteladanan, pengalaman serta ilmu pengetahuan kepada mereka.
            Begitupun peranan guru atas murid-muridnya tadi bisa dibagi menjadi dua jenis menurut situasi interaksi sosial yang mereka hadapi, yakni situasi formal dalam proses belajar mengajar di kelas dan dalam situasi informal di luar kelas. Dalam situasi formal, seorang guru harus bisa menempatkan dirinya sebagai seorang yang mempunyai kewibawaan dan otoritas tinggi, guru harus bisa menguasai kelas dan bisa mengontrol anak didiknya.
            Hal ini sangat perlu guna menunjang keberhasilan dari tugas-tugas guru yang bersangkutan yakni mengajar dan mendidik murid-muridnya. Hal-hal yang bersifat pemaksaan pun kadang perlu digunakan demi tujuan di atas. Misalkan pada saat guru menyampaikan materi belajar padahal waktu ujian sangat mendesak, pada saat bersamaan ada seorang murid ramai sendiri sehingga menganggu suasana belajar mengajar di kelas, maka guru yang bersangkutan memaksa anak tadi untuk diam sejenak sampai pelajaran selesai dengan cara-cara tertentu. Tentunya hal di atas juga harus disertai dengan adanya keteladanan dan kewibawaan yang tinggi pada seorang guru. Keteladanan sangatlah penting.
            Hal ini sejalan dengan teori “Mekanisme Belajar” yang disampaikan David O Sears (1985) bahwa ada tiga mekanisme umum yang terjadi dalam proses belajar anak, yaitu:
1)       asosiasi atau classical condotioning

     berdasarkan dari percobaan yang dilakukan Pavlov pada seekor anjing. Anjing tersebut belajar mengeluarkan air liur pada saat bel berbunyi karena sebelumnya disajikan daging setiap saat terdengar bel. Setelah beberapa saat, anjing itu akan mengeluarkan air liur bila terdengar bunyi bel meskipun tidak disajikan daging, karena anjing tadi mengasosiasikan bel dengan daging. Kita juga belajar berperilaku dengan asosiasi. Misalnya, kata “Nazi” biasanya diasosiasikan dengan kejahatan yang mengerikan. Kita belajar bahwa Nazi adalah jahat karena kita telah belajar mengasosiasikannya dengan hal yang mengerikan.

2)      Reinforcement

     orang belajar menampilkan perilaku tertentu karena perilaku itu disertai dengan sesuatu yang menyenangkan dan dapat memuaskan kebutuhan (atau mereka belajar menghindari perilaku yang disertai akibat-akibat yang tidak menyenangkan). Seorang anak mungkin belajar membalas penghinaan yang diterimanya di sekolah dengan mengajak berkelahi si pengejek karena ayahnya selalu memberikan pujian bila dia membela hak-haknya. Seorang mahasiswa juga mungkin belajar untuk tidak menentang sang profesor di kelas karena setiap kali dia melakukan hal itu, sang profesor selalu mengerutkan dahi, tampak marah dan membentaknya kembali.

3)      Imitasi

     Seringkali orang mempelajari sikap dan perilaku sosial dengan meniru sikap dan perilaku yang menjadi model. Seorang anak kecil dapat belajar bagaimana menyalakan perapian dengan meniru bagaimana ibunya melakukan hal itu.

     Anak-anak remaja mungkin menentukan sikap politik mereka dengan meniru pembicaraan orang tua mereka selama kampanye pemilihan umum. Imitasi ini bisa terjadi tanpa adanya reinforcement eksternal dan hanya melalui observasi biasa terhadap model.

     imitasi adalah mekanisme yang paling kuat. Dalam banyak hal anak-anakcenderung meniru perilaku orang dewasa dan selain orang tua sianak, guru di sekolah merupakan orang dewasa terdekat keduabagi mereka. Bahkan di zaman sekarang ini banyak terjadi kasus anak lebih mempunyai kepercayaan terhadap guru dibanding pada orang tua mereka sendiri. Maka dari itulah seorang guru harus bisa menunjukkan sikap dan keteladanan yang baik di hadapan murid-muridnya, biar dikemudian hari tidak akan ada istilah ‘guru kencing berdiri, murid kencing berlari’.

     Dalam pendidikan, kewibawaan merupakan syarat mutlak mendidik dan membimbing anak dalam perkembangannya ke arah tujuan pendidikan. Bimbingan atau pendidikan hanya mungkin bila ada kepatuhan dari pihak anak dan kepatuhan diperoleh bila pendidik mempunyai kewibawaan.

  1. 3.   Peran guru dalam menciptakan anak bangsa yang berkualitas.
            Dunia pendidikan sedang di guncangkan oleh berbagai perubahan sesuai dengan tuntutan dan kebutuhan masyarakat, serta di tantang untuk dapat menjawab berbagai permasalahan lokal dan perubahan global yang terjadi begitu pesat. Perubahan dan permasalahan tersebut menurut Prof. Sanusi mencakup social change, turbulence, complexity, and chaos; seperti pasar bebas ( free trade ), tenaga kerja bebas ( fre labour ), perkembangan masyarakat informasi, serta perkembangan ilmu pengetahuan, teknologi, seni, dan budaya yang sangat dahsyat. Bersamaan dengan itu, bangsa Indonesia sedang di hadapkan pada fenomena yang sangat dramatis, yakni rendahnya daya saing sebagai indikator bahwa pendidikan belum mampu menghasilkan Sumber Daya Manusia ( SDM ) berkualitas.
            Dalam mempersiapkan SDM pembangunan, pendidikan tidak bisa hanya terfokus pada kebutuhan material jangka pendek ( seperti yang banyak di prakekkan sekarang ), tetapi harus menyentuh dasar untuk memberikan watak pada visi dan misi pendidikan, yaitu perhatian mendalam pada etika moral dan spiritual yang luhur. Dalam hal ini, kualitas pendidikan di pengaruhi oleh penyempurnaan sistematik terhadap seluruh komponen pendidik, seperti ; peninhkatan kualitas dan pemerataan penyebaran guru, kurikulum yang di sempurnakan, sumber belajar, sarana dan prasarana yang memadai, iklim pe,belajaran yang kondusif, serta di dukung oleh kebijakan ( politifical will ) pemerintah, baik di pusat maupun di daerah. Dari semua itu komponen paling menentukan berada di tangan guru, maka kurikulum, Sumber belajar, saran dan prasarana, dan iklim pembelajaran menjadi sesuatu yang berarti bagi kehidupan peserta didik. Guru merupakan komponen paling menentukan dalam sistem pendidikan secara keseluruhan, yang harus mendapat perhatian sentral, pertama dan utama. Figur ini akan menjadi sorotan srtategis ketika berbicara masalah pendidikan, karena guru selalu terkait dengan komponen manapun dalam sistem pendidikan.
            Guru memegang peran utama dalam pembangunan pendidikan, khususnya yang di selenggarakan secara formal di sekolah. Guru juga sangat menentukan keberhasilan peserta didik, terutama dalam kaitannya dengan proses – mengajar. Guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Oleh karena itu, upaya perbaikan apapun yang di lakukan uuntuk meningkatkan kualitas pendidikan tidak akan memberikan sumbangan yang signifikan tanpa di dukung oleh guru yang profesional dan berkualitas. Dengan kata lain, perbaikan kualitas pendidikan harus berpangkal dari guuru, berujung pada guru pula. 

Selasa, 02 Juli 2013

Profesi guru di era otonomi daerah



BAB II
PEMBAHASAN

1.        Konsep-konsep Profesi Guru
Konsep-konsep profesi guru terdiri dari 4 macam yaitu:
1.1    Pengertian dan Syarat-Syarat Profesi Keguruan
Guru adalah “sebuah profesi, sebagaimana profesi lainnya merujuk pada pekerjaan atau jabatan yang menuntut keahlian, tanggung jawab, dan kesetiaan” (Hadi, 2010). Suatu profesi tidak bisa di lakukan oleh sembarang orang yang tidak dilatih atau dipersiapkan untuk itu. Suatu profesi umumnya berkembang dari pekerjaan (vocational), yang kemudian berkembang makin matang serta ditunjang oleh tiga hal: keahlian, komitmen, dan keterampilan, yang membentuk sebuah segitiga sama sisi yang di tengahnya terletak profesionalisme.
Guru adalah jabatan profesi, untuk itu seorang guru harus mampu melaksanakan tugasnya secara profesional (Sulipan, 2007). Seseorang dianggap profesional apabila mampu mengerjakan tugasnya dengan selalu berpegang teguh pada etika kerja, independent (bebas dari tekanan pihak luar),  cepat (produktif), tepat (efektif), efisien dan inovatif serta didasarkan pada prinsip-prinsip pelayanan prima  yang didasarkan pada  unsur-unsur ilmu atau teori yang sistematis, kewenangan profesional, pengakuan masyarakat dan kode etik yang regulatif.
Menurut Achmad (2011:6), “guru adalah suatu sebutan bagi jabatan, posisi, dan profesi bagi seseorang yang mengabdikan dirinya dalam bidang pendidikan melalui interaksi edukatif secara terpola, formal, dan sistematis”. Dalam UU Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan Dosen (pasal 1) dinyatakan bahwa: “Guru adalah pendidik professional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengrahkan, melatih, menilai dan mengevaluasi peserta didik pada jalur pendidikan formal, pada jenjang pendidikan dasar dan pendidikan menengah”. Guru professional akan tercermin dalam kepribadiannya.
Rismiyadi (2011) menyatakan “profesi kependidikan/keguruan adalah keahlian khusus dalam bidang pendidikan, pengajaran, dan pelatihan yang ditekuni untuk menjadi mata pencaharian dalam memenuhi kebutuhan hidup yang bersangkutan (guru) serta menuntut keprofesionalan pada bidang tersebut”.
PGRI telah merealisasikan pengertian profesi keguruan untuk pendidikan di Indonesia sebagai berikut.
a.         Profesi keguruan adalah suatu bidang pengabdian/dedikasi kepada kepentingan anak didik dalam perkembangannya menuju kesempurnaan manusiawi.
b.         Para anggota profesi keguruan, terikat oleh pola sikap dan perilaku guru yang di rumuskan dalam kode etik guru Indonesia.
c.         Para anggota profesi keguruan, dituntut untuk menyelesaikan suatu proses pendidikan persiapan jabatan yang relatif panjang.
d.         Para anggota profesi keguruan terpanggil untuk senantiasa menyegarkan serta menambah pengetahuan (dalam arti khusus dan dalam arti kedalaman ilmu pengetahuan umum dan pengetahuan khusus profesi keguruan).
e.         Untuk dapat melaksanakan profesi keguruan dengan baik, para anggota harus memiliki kecakapan / ketrampilan teknis yang mampu menyentuh nilai-nilai kemanusiaan yang mendasar.
f.          Para anggota profesi keguruan perlu memiliki sikap bahwa jaminan tentang hak-hak profesional harus seimbang dan merupakan imbalan dari profesi profesionalnya.
g.         Para anggota profesi keguruan sepantasnya berserikat secara profesional
Hadi (2010), menyebutkan syarat-syarat Profesi Keguruan adalah sebagai berikut.
a.         Jabatan yang melibatkan kegiatan intelektual.
b.         Jabatan yang menggeluti suatu batang tubuh ilmu yang khusus.
c.         Jabatan yang memerlukan persiapan profesional yang lama (dibandingkan dengan pekerjaan yang memerlukan latihan umum belaka).
d.         Jabatan yang memerlukan latihan dalam jabatan yang berkesinambungan.
e.         Jabatan yang menjanjikan karier hidup dan keanggotaan yang permanen.
f.          Jabatan yang menentukan baku (standarnya) sendiri.
g.         Jabatan yang lebih mementingkan layanan di atas keuntungan pribadi.
h.         Jabatan yang mempunyai organisasi profesional yang kuat dan terjalin erat.
Hasan (2003) mengemukakan guru Indonesia yang profesional dipersyaratkan mempunyai: (1) dasar ilmu yang kuat sebagai pengejawantahan terhadap masyarakat teknologi dan masyarakat ilmu pengetahuan di abad 21; (2) penguasaan kiat-kiat profesi berdasarkan riset dan praksis pendidikan yaitu ilmu pendidikan sebagai ilmu praksis bukan hanya merupakan konsep-konsep belaka. Pendidikan merupakan proses yang terjadi di lapangan dan bersifat ilmiah, serta riset pendidikan hendaknya diarahkan pada praksis pendidikan masyarakat Indonesia; (3) pengembangan kemampuan profesional berkesinambungan, profesi guru merupakan profesi yang berkembang terus menerus dan berkesinambungan antara LPTK dengan praktek pendidikan. Kekerdilan profesi guru dan ilmu pendidikan disebabkan terputusnya program pre-service dan in-service karena pertimbangan birokratis yang kaku atau manajemen pendidikan yang lemah.
1.2.  Karakteristik Profesi Guru
Mudjia Rahardjo (2010) menyebutkan karakteristik profesional minimum guru, berdasarkan sintesis temuan-temuan penelitian, telah dikenal karakteristik profesional minimum seorang guru yaitu sebagai berikut.
a.       Mempunyai komitmen pada siswa dan proses belajarnya.
b.      Menguasai secara mendalam bahan belajar atau mata pelajaran serta cara pembelajarannya.
c.       Bertanggung jawab memantau hasil belajar siswa melalui berbagai cara evaluasi.
d.      Mampu berfikir sistematis tentang apa yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya.
e.       Menjadi partisipan aktif masyarakat belajar dalam lingkungan profesinya.
Secara substantif, sejumlah karakteristik tersebut sudah terakomodasi dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur standar kualifikasi akademik dan kompetensi guru. Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut (Mudjia Rahardjo, 2010).
a.       Menguasai karakteristik peserta didik dari aspek fisik, moral, sosial, kultural, emosional, dan intelektual.
b.      Menguasai teori belajar dan prinsip-prinsip pembelajaran yang mendidik.
c.       Mengembangkan kurikulum yang terkait dengan bidang pengembangan yang diampu.
d.      Menyelenggarakan kegiatan pengembangan yang mendidik. Memanfaatkan teknologi informasi dan komunikasi untuk kepentingan penyelenggaraan kegiatan pengembangan yang mendidik.
e.       Memfasilitasi pengembangan potensi peserta didik untuk mengaktualisasikan berbagai potensi yang dimiliki.
1.3   Ciri-ciri Profesi Keguruan
Robert W. Rickey mengemukakan ciri-ciri profesi keguruan sebagai berikut.
a.         Bahwa para guru akan bekerja hanya semata-mata memberikan pelayanan kemanusiaan daripada usaha untuk kepentingan pribadi.
b.         Bahwa para guru secara hukum dituntut untuk memenuhi berbagai persyaratan untuk mendapatkan lisensi mengajar serta persyaratan yang ketat untuk menjadi anggota organisasi guru.
c.         Bahwa para guru dituntut untuk memiliki pemahaman serta ketrampilan yang tinggi dalam hal bahan ajar, metide, anak didik dan landasan kependidikan.
d.         Bahwa para guru dalam organisasi profesional, memiliki publikasi profesional yang dapat melayani para guru, sehingga tidak ketinggalan, bahkan selalu mengikuti perkembangan yang terjadi.
e.         Bahwa para guru, selalu diusahakan untuk selalu mengikuti kursuskursus, workshop, seminar, konvensi serta terlibat secara luas dalam berbagai kegiatan “in service”.
f.          Bahwa para guru diakui sepenuhnya sebagai suatu karier hidup (alife career).
g.         Bahwa para guru memiliki nilai dan etika yang berfungsi secara  nasional maupun secara lokal.
1.4  Kode Etik Profesi Kependidikan
Setiap profesi pasti mempunyai kode etik. Kode etik guru Indonesia merupakan kumpulan nilai-nilai dan norma-norma yang harus ditaati. Fungsi kode etik profesi kependidikan adalah serbagai landasan moral dan pedoman tingkah laku setiap guru anggota PGRI dalam menunaikan tugas sebagai guru, baik di dalam maupun di luar sekolah serta dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat.
Adapun kode etik guru Indonesia adalah sebagai berikut (Rismiyadi, 2011).
a.         Guru berbakti membimbing peserta didik untuk mrmbentuk manusia Indonesia seutuhnya yang berjiwa Pancasila.
b.         Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran professional.
c.         Guru berusaha memperoleh informasi tentang peserta didik sebagai bahan melakukan bimbingan dan pembinaan.
d.         Guru menciptakan suasana sekolah sebaik-baiknya yang menunjang berhasilnya proses belajar-mengajar.
e.         Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan masyarakat sekitarnya untuk membina peran serta dan rasa tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
f.          Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
g.         Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan kesetiakawanan sosial.
h.         Guru secara bersama-sama memelihara dan meningkatkan mutu organisasi PGRI serana sarana perjuangan dan pengabdian.
i.           Guru melaksanakan segala kebijakan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Tujuan Kode Etik adalah sebagai berikut:
a.         Untuk menjunjung tinggi martabat profesi
Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang bersangkutan.
b.         Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental).
c.         Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
d.         Untuk meningkatkan mutu profesi
Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggora profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
e.         Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.

2.        membangun profesi guru
Melihat begitu strategisnya peran guru dalam konteks peningkatan mutu pendidikan, maka kemampuan profesionalnya harus terus ditingkatkan. Di era otonomi daerah, peluang bupati dan walikota untuk meningkatkan kompetensi guru sangat terbuka.
Upaya-upaya yang bisa dilakukan pemerintah daerah dalam membangun atau meningkatkan profesi guru yaitu:
Peran Bupati atau Wali Kota
Bupati atau wali kota sebagai kepala daerah dan kepala pemerintahan sangat berperan dalam upaya mebangun profesi guru agar lebih profesional. Namun perannya itu ada pada tataran kebijakan. Bupati atau wali kota harus membuat kebijakan strategis dalam rangka meningkatkan kemampuan profesional guru.
Kebijakan yang bisa dibuat bupati atau wali kota berkaitan dengan membangun profesi guru di daerah yaitu: menjadikan pendidikan sebagai primadona atau prioritas utama dalam pembangunan di daerah, bersama-sama DPRD menyusun perda tentang pendidikan, sebagai payung hukum dalam upaya membangun profesi guru di daerah, merealisasikan anggaran pendidikan 20% dari APBD, meningkatkan kompetensi guru melalui kuliah lanjutan (S2, S3), dan pemberian hadiah atau beasiswa bagi guru-guru yang berprestasi.
Peran Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten atau Kota
Kepala dinas pendidikan kabupaten atau kota merupakan pejabat struktural yang bertanggung jawab tentang pendidikan di kabupaten atau kota yang bersangkutan. Maju mundurnya pendidikan di kabupaten atau kota itu tergantung kepada bagaimana kepala dinas pendidikan mengelola berbagai aspek pendidikan yang ada di kabupaten atau kota itu.
Selain sebagai pengambil kebijakan tentang pendidikan, kepala dinas juga sebagai pelaksana dari kebijakan pendidikan di kabupaten atau kota itu. Kebijakan strategis yang telah dibuat oleh bupati atau wali kota harus dijabarkan dan diimplenetasikan oleh kepala dinas bersama-sama dengan para pembantunya.
Tugas pokok kepala dinas pendidikan yaitu memimpin, merumuskan, mengkoordinasikan, dan mengendalikan dinas dalam melaksanakan kewenangannya di bidang pendidikan.
Salah satu tugas kepala dinas pendidikan kabupaten atau kota yaitu membina para bawahan sesuai ketentuan kepegawaian untuk peningkatan kualitas dan karier para bawahannya. Tentu saja di dalamnya termasuk membina profesi guru agar kemampuan profesionalnya meningkat.
Dalam konteks membina profesi guru, peran kepala dinas kabupaten atau kota sebagai berikut.
1.      Mengimplementasikan kebijakan strategis tentang peningkatan profesionalisme guru yang telah dibuat bupati atau wali kota.
2.      Memfungsikan para pengawas pembina agar secara terprogram dan berkesinambungan membina guru-guru di sekolah.
3.      Memfungsikan para kepala sekolah agar di sekolahnya masing-masing secara rutin mengadakan pembinaan kepada para guru kaitannya dengan peningkatan profesionalisme guru.
4.      Memfungsikan musyawarah guru mata pelajaran (MGMP), yang meliputi MGMP kabupaten, rayon, dan rumpun mata pelajaran di sekolah.
5.      Mengadakan pertemuan khusus dengan guru-guru sebagai bentuk perhatian dari kepala dinas yang akan berpengaruh kepada motivasi guru dalam bekerja dan meningkatkan kompetensinya.
6.      Secara terprogram dan berjenjang mengadakan pemilihan guru berprestasi sebagai upaya menciptakan kompetisi yang sehat di antara sesama guru.
Peran Stakeholders
holders pendidikan yaitu masyarakat. Di era otonomi daerah partisipasi masyarakat dalam meningkatkan mutu pendidikan sangat dimungkinkan. Apalagi setelah diberlakukannya konsep manajemen berbasis sekolah (MBS). Konsep ini memberikan otonomi atau kemandirian kepada sekolah untuk mengambil keputusan partisipatif yang melibatkan secara langsung semua warga sekolah sesuai dengan standar pelayanan yang ditetapkan oleh pemerintah pusat, propinsi, kabupaten, dan kota.
Pengambilan keputusan yang cepat, tidak harus menunggu juklak dan juknis dari pusat di era MBS akan berpengaruh kepada peningkatan kinerja guru. Dengan demikian kualitas pembelajaran akan meningkat. Akibat dari meningkatnya kualitas pembelajaran, mutu pendidikan akan meningkat.
Namun untuk meyakinkan stakeholders agar ikut berpartisipasi dalam memajukan pendidikan tidak mudah. Hal ini tergantung pada kepiawaian pihak sekolah dalam memberdayakan berbagai unsur yang peduli kepada proses pendidikan di sekolah.
Peran stakeholders dalam membangun profesi guru di era otonomi daerah yaitu:
1.      mendorong pihak bupati dan wali kota untuk selalu berupaya meningkatkan kemampuan profesional guru;’
2.      bersama-sama dengan pihak dinas pendidikan, sekolah, dan administrator pendidikan lainnya membuat model sistem peningkatan kemampuan profesional guru;
3.      memfasilitasi dinas pendidikan, pihak sekolah, dan administrator pendidikan lainnya untuk memberi penghargaan kepada guru-guru berprestasi dan berdedikasi sehingga apa yang dilakukannya merasa dihargai;
4.      membantu pihak sekolah dalam hal penggalian dana dari pihak-pihak yang peduli terhadap kemajuan pendiidkan.
5.      memberikan masukan kepada bupati, walikota, dinas pendidikan, dan sekolah tentang penyusunan kebijakan peningkatan kemampuan profesional guru;
6.      mengadakan pemilihan guru berprestasi (teladan) persi pilihan masyarakat, sehingga budaya kompetisi yang sehat di kalangan guru sudah biasa.


Membangun profesi guru di era otonomi daerah diarahkan kepada peningkatan kemampuan profesional guru. Peran bupati/wali kota, dinas pendidikan, dan masyarakat dalam upaya meningkatkan kemampuan profesional guru sangat terbuka lebar. Maju mundurnya profesi guru di daerah tergantung kepada bupati/wali kota, kepala dinas, dan partisipasi masyarakat dalam membina dan mengembangkan kemampuann